Hikayat Singkat Si Thole

Sudah menjadi rahasia umum bila Yogyakarta merupakan surga pariwisata. Banyaknya objek dan jenis wisata seperti wisata alam, wisata budaya, wisata sejarah, wisata kuliner, hingga kreatifitas warganya tentu tak salah jika Yogyakarta terkenal sebagai kota wisata. Keanekaragaman wisata ini tak hanya dikenal dalam skala nasional. Yogyakarta sudah mendunia. Ini dibuktikan dengan banyaknya wisatawan mancanegara yang mengunjungi kota gudeg ini. Bahkan, Raja dan Ratu Belanda sempat datang ke Yogyakarta pada Maret 2020 lalu.

                Kemasyhuran ini tentu harus diimbangi dengan adanya sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan pariwisata Yogyakarta. Si Thole hadir sebagai salah satu sarana transportasi yang akan membuat wisatawan di Yogyakarta lebih mudah mengunjungi objek – objek pariwisata, terutama di wilayah Kraton Yogyakarta. Angkutan wisata berwarna hijau ini telah melayani wisatawan sejak tahun 2014. Awalnya, Si Thole bergerak hanya dengan lima armada. Mobil Grandmax mereka kreasikan menjadi shuttle bus berwarna hijau yang mampu mengangkut delapan hingga sembilan penumpang sekali jalan. Rute perjalanannya dimulai dari Terminal Ngabean, Notoprajan. Lalu mengelilingi halte – halte Si Thole yang ada di Tamansari, Kraton, Bank Indonesia, dan beberapa titik lainnya. Tarifnya hanya Rp. 5.000,- sekali jalan per penumpang.

                Kini Si Thole berkembang pesat. Pada 2020, Thole mempunyai sembilan unit armada transportasi. Lima unit terbarunya menggunakan mobil jenis minibus yang dimodifikasi menjadi lebih proporsional untuk transportasi pariwisata.

Hamam Arif Romas, Pengelola Si Thole berharap angkutan shuttle yang dikelola mandiri sejak awal ini bisa berkembang dengan lebih baik lagi. Dukungan dari Pemerintah Kota Yogyakarta termasuk Dinas Perhubungan dan Kepolisian diharapkan bisa didapatkan hingga kualitas layanan pada wisatawan semakin maksimal. “Misalnya saja rute kami dari Ngabean ke Taman Sari lalu Kraton dan BI (Senopati) bisa aman, dalam artian tidak macet. Ini sangat penting karena kami membawa wisatawan yang ingin menikmati kawasan Kota Yogyakarta khususnya Jeron Beteng. Mudah-mudahan kedepan sinergi dengan berbagai pihak bisa terjalin dengan baik,” ungkapnya.

Dalam satu hari dengan 9 armada, Si Thole kini bisa mengangkut 400-an wisatawan dari Taman Parkir Ngabean menuju Taman Sari dan Kraton Yogyakarta. Pada akhir pekan atau hari libur, jumlahnya bisa naik tiga kali lipat hingga 1.500 wisatawan perhari.  “Minimal itu perhari 400 wisatawan kami angkut, dengan keterbatasan armada kami tentu saja. Ada harapan juga kedepan bisa tambah armada dan mungkin rute bisa diperlebar agar wisatawan lebih nyaman berpindah dari satu lokasi wisata ke lokasi lainnya,” tutur Hamam.

Arri Rusdiyantara, salah satu inisiator Si Thole mengungkap shuttle wisata tersebut memang sejak awal digagas untuk membangkitkan perekonomian komunitas masyarakat yang terkena dampak penataan kawasan Alun-Alun Utara. Menurut Arri, Si Thole terbilang sukses dan mampu mengembangkan diri hingga akhirnya komunitas Forum Komunitas Alun-Alun Utara (FKAAU) bisa mandiri secara ekonomi. “Mungkin dulu tidak dipungkiri teman-teman bekerja belum selaras dengan perundangan yang berlaku, namun dengan adanya Si Thole ini mereka bisa berusaha mandiri secara ekonomi yang sesuai dengan aturan. Semangat ini sebenarnya yang ingin kita tumbuhkan dan selama lima tahun ini ada hasilnya,” tuturnya.

Kini, dengan rencana penataan Kota Yogyakarta kedepan dengan wacana larangan bus pariwisata besar masuk ke dalam kota, shuttle-shuttle macam Si Thole ini sangat potensial dikembangkan. Keterlibatan komunitas-komunitas masyarakat lainnya menurut Arri sangat mungkin diakomodasi sehingga memunculkan sinergi demi membangun pariwisaya Yogyakarta yang nyaman sekaligus masyarakat guyub rukun.

“Mungkin Si Thole dengan sistemnya ini bisa jadi inspirasi, namun harapannya akan tumbuh shuttle-shuttle wisata lain yang saling melengkapi mungkin bukan hanya dari FKAAU tapi komunitas lain. Semua bersinergi, guyub rukun untuk memajukan pariwisata Yogyakarta. Menurut saya, se-premannya orang, ketika ia mulai terjun ke dunia pariwisata pasti akan melunak dan ramah. Di sisi lain, masyarakat semakin guyub rukun tak lagi membedakan itu hijau, merah, atau warna-warna lainnya,” sambung Arri.